Malam itu hujan deras menguyur bumi ciptaan Tuhan ini.
Tetesan air hujan yang jatuh memberi irama pada atap rumahku. Angin yang
berhembus membuat pepohonan dan dedaunan melambai-lambai. Tak kuasa aku menahan
rasa kantuk ini, mata ku sayu ingin segera memasuki alam bawah sadarku.
Terlelap ku dalam keindahan dunia lain yang membawaku ke mimpi yang cukup
membingungkan. Mimpi yang memiliki sejuta teka-teki yang sulit dijawab.
Dalam
mimpi itu aku lihat seekor lalat. Ia berdiri di tepi kolam, kolam yang begitu
besar tergambar seperti lautan yang luas. Matanya amat tajam. Ia memandang jauh
ke seberang. Ia hendak terbang. Adakah kepak sayapnya yang mungil akan tahan
mengarungi luasnya kolam? Tetapi tidak. Ia tampak menaiki kapal. Di atas
sehelai daun, lalat itu berlayar. Angin berembus pelan, tapi ia merasakannya
sebagai badai topan yang bisa menenggelamkan. Betapa luas itu lautan atau
kolam. Ia terombangambing di antara gelombang. Inikah rasanya berlayar? Ia
ingin terbang. Ia ingin terbang. Tapi matanya yang mungil tak mampu melihat
daratan. Betapa jauh daratan diseberang yang akan ia datangi. Aku terbangun
dibuatnya, mulanya aku merasa mimpi itu tidak memiliki arti apa-apa. Akan
tetapi, setelah aku pikir-pikir lagi, ternyata mimpi itu adalah sebuah isyarat
untukku. Laut, kolam serta daratan. Adakah pulau seberang? Mungkin, dan aku pun
mulai yakin, bahwa mimpi itu tentu tak datang sia-sia. Pasti ada yang hendak
disampaikannya. Adakah aku telah ditegur karena telah mengabaikan orang-orang
yang sayang pada ku, aku selama ini dan lebih memikirkan diri ku sendiri, aku
lebih memikirkan keegoisanku. Dan sebagaimana yang aku lihat di dalam mimpi,
tidakkah negeri seberang yang hendak dituju oleh lalat itu menandakan bahwa
mereka telah pergi jauh dari ku? Dan jika memang demikian adanya, bukankah
sebaiknya aku kembali seperti sediakala. Aku harus lebih memperhatikan
orang-orang disekelilingku, orang-orang yang menyayangiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar